Desa Sangga tidak terlepas dari sejarah Desa Simpasai atau tidak dapat dipisah dengan sejarah peradaban Masuknya islam di Bima ketika itu, tepatnya pada abad ke 15 yang lalu seorang syeh Muhammad Bin Abdollah yang didampingi oleh 44 orang pengikutnya, beliau datang membawa islam dari Bugis Makasar memasuki selat Sape menuju arah selatan dan berpedoman pada titik cahaya di ufuk timur semenanjung Nanga Nur yang sekarang disebut Naga Nuri.
Masyarakat pada saat itu sangat gelisah mendengar bahwa ada orang datang membawa agama baru yaitu agama islam, bagi mereka yang hendak memeluk agama islam diharuskan potong kepala dan potong ekor, yang sesungguhnya bermaksud untuk memotong rambut dan dihitan (sunat).
Masyarakat pada saat itu enggan masuk islam,bahkan melarikan diri dan bersembunyi di so mbani disebelah utara makam dari syeh Nurul Mubin (Rade Ama Bibu) dan sekarang lebih dikenal so hidi Rasa.
Selanjutnya syeh Muhammad Bin Abdollah merasa kebingungan dan pulang kembali ke daerah Bugis Makasar menjemput empat orang Syeh yaitu Syeh Umar, syeh Banta , syeh Ali dan Syeh Surau dengan dua orang laki dan dua orang dua perempuan dengan berpakian adat penganting Aceh Simpasai untuk bermain untuk menghibur masyarakat (Mpaa Tari lenggong) yang diiringi pula mpaa sila dan gantau.
Di tengah tengah masyarakat dua orang laki-laki dan dua orang perempuan yang berpakaian penganten diusung dengan sarangge, karena melihat orang yang diusung yang diadakan oleh para datuk datuk tersebut masyarakat merasa terhibur maka perlahan lahan mau masuk islam dengan melalui tahapan tahapan yaitu melakukan mandi dan potong rambut, mengucap dua kalimat syahadat dan di sunat , maka berkembanglah agama islam di kampung tersebut.
Berkaitan dengan nama desa Simpasai, sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari budaya dan adat Simpasai yang menyebar di seluruh Nusantara, sebab peradaban dan bahasa Simpasai sudah mengusai Nusantara sejak abad ke 13 Masehi.maka saat ini budaya dan peradaban Simpasai masih melekat di desa Simpasai.
Seiring dengan perjalanan waktu berkembang pulalah ilmu ilmu agama yang diajarkan oleh para mubalig dan para pendatang dari minangkabau –Simpasai, dan berkembang pula peradaban suku Simpasai yang disebut dengan tati dan ince.
Berangkat dari itulah desa ini yang bernama sebuah perkampungan Simpasai berubah menjadi nama dusun Simpasai.
Pada jaman pemerintahan Desa Simpasai,dengan beberapa kali terjadi pergantian kepala Desa bahwa dibagian timur jalan raya dinamai dusun Simpasai dan dibagian barat dikenal dusun Simpasai.
Dengan lahirnya undang undang Nomor 22 tahun 1999 yang mengamanatkan tentang otonomi daerah dan Desa, maka diberikan seluas luas kepada desa untuk mengatur dan mengurus tentang desa, termasuk didalamnya adalah memekarkan wilayah atau desa. Melalaui musyawarah, diputuskan bahwa desa Simpasai dimekarkan menjadi dua dengan alasan pemerataan pelayanan,pemerataan informasi,dan pemerataan pembangunan disemua bidang kehidupan.
Dengan dasar hukum yang ada dan hasil musyawarah seluruh msyarakat pada saat itu, maka yang semulanya Dusun Kawinda dan Dusun Sori Kuwu akan berubah statusnya menjadi Desa Sangga yang Definitif yaitu tepatnya pada Tanggal, 2 April 2012 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bima Nomor 06 Tahun 2012 maka diangkatlah Drs. Nasrullah sebagai Penjabat kepala Desa Sangga sampai terpilihnya Kepala Desa Definitif yaitu Amiruddin H. Mahmud selaku Kepala Desa Sangga Pertama di Desa Sanggga Kecamatan Lambu, sejak itu pula Desa Sangga menata diri dan memanfaatkan seluruh potensi Wilayah yang ada serta penataan Sestim Administrasi Pemerintahan sebagai Eksistensi dari sebuah Desa yang mendiri.